Rumah Panjang Dayak Iban

rumah panjang, filosofi, Iban, tanju, ruai, bilil, Wilson

Rumah Suku Dayak Iban, “Betang” (rumah panjai), awak kitai nugau idup

Rumah yang dibangun dengan roh dan jiwa (semengat) dan hati Suku Iban (Iban Besai, gerempung Ibanic). Pada suku Dayak tertentu, sebagaimana Suku Dayak Iban, pembuatan rumah Betang atau rumah panjai haruslah memenuhi beberapa persyaratan berikut, antara lain: hulunya Rumah Suku Dayak Iban, “Betang” (rumah panjai), awak kitai nugau idup. Rumah yang dibangun dengan roh dan jiwa (semengat) dan hati Suku Iban (Iban Besai, gerempung Ibanic).

Rumah panjai kitai Iban, secara fisik sisa sedikit yang masih bertahan dan dipertahankan oleh masyarakat Suku Iban. Di Rumah Panjai Iban terdiri daripada satu deret rumah dengan berpuluh-puluh rumah/pintu mempunyai ciri dan keistimewaan tersendiri maupun dari segi keselamatan penghuni dan pelestarian kebudayaan. 

Boleh dikataka bahwa rumah panjang adalah jantung kehidupan Dayak Iban. Penghuninya berpegang teguh dengan adat tradisi suku kaum (subsuku) masing-masing yang tidak mudah dipengaruhi masyarakat luar.

Rumah ini menggunakan tiang jenis kayu keras (ulin) dan tidak mudah rapuh, seperti kayu belian yang mudah didapati di Kepulauan Borneo. Bumbung[1]nya dari daun rumbia kulit kayu, atau belahan kayu belian seperti Biru, Pantu, Mulong dan jenis daun tebal. Dinding rumah berkenaan diperbuat daripada kulit kayu seperti Terentang, Tengkawang, atau buluh yang dikelar dan dibelah. Lantainya pula menggunakan buluh, papan atau kulit kayu. Tangga rumah diperbuat daripada sebatang kayu bulat yang ditakik dengan beliung dan dipanggil tangga takik.

Rumah Panjai mempunyai 3 ruang yaitu tanju (serambi atau beranda terbuka), ruai (ruang terbuka) dan billik. Bahagian di atas bilik dan ruai dipanggil sadau (peran) sebagai tempat tidur anak dara disamping tempat menyimpan bijian dan perkakas.

Rumah Panjai atau Betang adalah jantung kehidupan suku Dayak, segala aktivitas sosial, budaya, ekonomi, dan politik masyarakat Dayak berawal, tumbuh dan berkembang dari sini. Di rumah panjang sejarah lisan, tradisi dan filsafat hidup dengan berbagai kearifan lokalnya diturunkan kepada generasi berikutnya.

Di beranda rumah panjang kaum perempuan belajar menganyam dan menenun. Di rumah panjang pula acara-acara ritual dilaksanakan, hukum adat yang demokratis digelar, segala persoalan dirundingkan dan keputusan bersama.

Buku yang ditulis seorang Doktor Dayak Dessa, salah satu subsuku Iban, ini mencelikkan kita semua tentang esensi dan fungsi rumah panjang di kalangan suku bangsa Iban. *)

LihatTutupKomentar