Logo, Literasi, dan Cita-Cita Besar LLD : Ketika Burung Enggang Terbang Tinggi Mencengkeram Buku

Dayak, Lembaga Literasi Dayak, LLD, Dayak Writing from Within, Dayak Menulis dari Dalam, HKI, hornbill, enggang, Davos, literasi, buku, video, media

Lembaga Literasi Dayak: Dayak menulis dari dalam dan kedalaman paling dalam.
Lembaga Literasi Dayak: Dayak menulis dari dalam dan kedalaman paling dalam. Ist.


Seekor burung enggang terbang tinggi. Sedang mengepakkan sayapnya dari langit biru. Pandangan nirbatas, dengan helicopter view : luas dan strategis. 


Pada cakarnya, bukan mangsa, melainkan sejilid buku. 

Baca Industri Buku pada Era The New Media

Suatu pralambang yang sarat kandungan-gizi filsafat sekaligus puitis: pengetahuan sebagai bekal terbang, literasi sebagai cara untuk melihat dunia dari ketinggian yang lebih jernih.

Inilah logo resmi Lembaga Literasi Dayak (LLD), yang telah mengantongi hak cipta intelektual atas simbol tersebut. Lebih dari sekadar desain visual, logo ini adalah metafora gerakan literasi Dayak

Logo itu berniat untuk mengisahkan misi besar LLD: membawa masyarakat Dayak bukan hanya pada kecakapan baca-tulis, tetapi juga literasi yang lebih luas: digital, finansial, budaya, hingga ekologis. Sjalan dengan kerangka literasi global yang dicanangkan dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos.

Sejak dideklarasikan pada 30 November 2015, LLD menyuarakan satu semboyan kuat yang kini bergema lintas kampung dan kota:
"Dayak Menulis dari Dalam" (Dayak Writing from Within).
Sebuah semboyan yang menolak narasi luar yang timpang, dan menegaskan bahwa suara Dayak harus berasal dari pengalaman, nilai, dan pandangan hidupnya sendiri. Dalam semboyan itu, terkandung gugatan terhadap sejarah yang meminggirkan serta semangat untuk merebut kembali ruang-ruang representasi.

Simbol dan Spirit Literasi Baru

Logo burung enggang yang mencengkeram buku adalah lambang peralihan besar dari tradisi lisan ke budaya baca-tulis. Enggang bukan hanya burung sakral bagi Dayak; ia juga menjadi simbol visi jauh, ketangguhan, dan martabat. 

Baca Dayak dalam Narasi Penulis dan Antropolog Tempo Doeloe : Dangkal, Bias, dan Outsider Perspective

Ketika burung itu digambarkan mencengkeram buku, tersirat makna mendalam: bahwa masyarakat Dayak kini menapaki jalan baru: menjadikan ilmu pengetahuan sebagai bekal perjuangan masa depan.

Simbol ini juga mengisyaratkan transformasi peran masyarakat adat dalam dunia modern. Dari yang sebelumnya diposisikan sebagai objek, kini menjadi subjek pengetahuan. Buku dalam cengkeraman enggang adalah metafora bahwa Dayak tak sekadar belajar dari luar, tetapi juga menulis, mengarsipkan, dan memproduksi pengetahuan dari dalam tubuh budayanya sendiri.

"Books are wings to the mind" menjadi moto yang menyatu dengan gambar. Buku bukan lagi benda asing, tapi sayap. Literasi bukan semata keterampilan, tetapi alat terbang yang memungkinkan siapa pun melihat dunia dari atas, dengan perspektif luas dan kritis.

Hak Cipta, Nilai Ekonomi, dan Kapital Intelektual

Logo LLD ini bukan hanya simbol artistik. Ia adalah karya intelektual yang telah didaftarkan secara resmi dan dilindungi oleh hukum hak cipta. 

Kepemilikan ini memberi legitimasi dan kekuatan hukum: hanya LLD yang berhak menggunakan, mereproduksi, atau mengizinkan penggunaan simbol tersebut. Setiap penyalahgunaan, baik dalam bentuk komersial, digital, maupun institusional, dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia.

Baca Endorsement untuk Sebuah Buku

Selain perlindungan hukum, logo ini memiliki nilai ekonomi dan branding yang strategis. Logo ini memperkuat citra LLD sebagai lembaga yang profesional, konsisten, dan berakar pada budaya lokal. Simbol ini menjadi alat komunikasi visual yang efektif dalam berbagai platform: buku, video, media sosial, hingga kerja sama nasional dan internasional.

Namun yang paling penting, logo ini memiliki kapital simbolik dan intelektual yang tinggi. Ia mencerminkan kemandirian budaya, kekayaan identitas, serta keberanian Dayak untuk mendefinisikan dirinya sendiri. 

Pencatat memori kolektif Dayak

Dalam dunia yang kian visual, segala sesuatu berlomba menjadi tanda. Namun tidak semua tanda mengandung daya. Logo ini—burung enggang yang mencengkeram buku. Bukan hanya lambang estetika, melainkan semacam sikap. Ia tidak sekadar hadir untuk dilihat, tapi untuk menggerakkan kesadaran. Ada nyala dalam garis-garisnya, seolah ia berkata: lihatlah Dayak bukan dari balik kaca museum, tetapi dari halaman-halaman yang sedang ditulisnya sendiri.

Baca Pemetaan Penulis Dayak dan Buku Ber-ISBN Mencapai Lebih dari 2.347 Judul

Simbol ini mengajak kita memaknai ulang Dayak, bukan sebagai lanskap eksotis yang membeku dalam kartu pos masa lalu, melainkan sebagai bangsa-penulis. Sebuah masyarakat pencatat, pengingat, dan pemelihara ingatan kolektif.

Dayak tidak sedang berjalan mundur, apalagi tenggelam dalam nostalgia. 

Sukubangsa Dayak hadir dalam zaman.

Dayak sedang meniti jalan di antara algoritma dan akar, antara petak ladang dan peta digital. 

Dayak bukan semata bertahan, tapi juga belajar menari dalam derasnya arus perubahan.

Dayak yang berjalan dengan kepala tegak—itulah yang tak tercatat dalam laporan kolonial, dalam catatan yang tergesa dan pandangan yang menunduk dari atas dek kapal. 

Kini, mereka menulis. Dengan pena di tangan, mereka mengembalikan suara yang pernah disunting, dijinakkan, diasingkan. Mereka tak lagi menjadi objek dalam buku orang lain. Mereka mulai mengarang diri sendiri—bukan untuk menyaingi siapa pun, melainkan untuk mengingat siapa mereka sebenarnya.

Baca Perang dan Dunia yang Terbalik

Narasi yang Dayak tulis bukan sekadar koreksi terhadap masa lampau, tetapi pernyataan keberadaan. Ia lahir bukan dari lensa pengamat, tapi dari pengalaman yang dijalani: dari hutan yang dikenang sebagai rumah, dari luka-luka yang diwariskan dengan tenang, dari adat yang tak dibekukan jadi museum. 

Sebuah narasi “dari dalam” Dayak, bukan semata dari indera, tapi dari ingatan dan pemaknaan. Sebuah cara menulis yang tak hanya mencatat apa yang tampak, tetapi juga mengungkap apa yang selama ini tak sempat dikatakan.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar