Geliat Literasi Dayak dari Dalam: Tonggak Sejarah Menulis pada 1990-an

Literasi Dayak, Pontianak, Thambun Anyang, stigma, post-truth, Grasindo, Daya, Daya’, Dajaks, Dyaks, Dya, Dayak, Thambun Anyang,

Geliat Literasi Dayak dari Dalam: Tonggak Sejarah Menulis pada 1990-an
Ikon Literasi Dayak by Ytp, Masri, dan Matius Mardani. Ist.

 

Dekade 1990-an menjadi titik balik penting bagi literasi Dayak, ditandai dengan lahirnya karya-karya yang ditulis dari perspektif internal. Dimulai dari Seminar Internasional di Pontianak, geliat menulis ini menandai peralihan Dayak dari objek narasi menjadi subjek pengetahuan.

1. Tonggak Awal: Seminar Internasional Dayak di Pontianak

Buku Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi (1994)

  • Disunting oleh Paulus Florus dan tim.

  • Diterbitkan PT Grasindo, anak perusahaan Kompas Gramedia.

  • Lahir dari Seminar Internasional I tentang kebudayaan Dayak.

Penetapan Istilah “Dayak” sebagai Istilah Baku

  • Sebelumnya ada varian: Daya, Daya’, Dajaks, Dyaks, Dya.

  • Pada November 1992, disepakati dalam seminar di Pontianak bahwa "Dayak" menjadi standar.

  • Dihadiri 350 peserta dari Indonesia, Belanda, Prancis, Malaysia.

👉 Baca juga: Dayak dalam Narasi Penulis dan Antropolog Tempo Doeloe : Dangkal, Bias, dan Outsider Perspective


2. Membongkar Stigma: Narasi Positif dari Dalam

Thambun Anyang dan Rumah Panjang

  • Disertasi tahun 1996: kehidupan masyarakat Taman, Kapuas Hulu.

  • Menggunakan pendekatan antropologi hukum dan sosial.

  • Menolak narasi luar yang menggambarkan rumah panjang sebagai kumuh.

👉 Baca juga Sastrawan Dayak, Siapa saja Mereka dan Karyanya?


3. Pergeseran Narasi: Dayak Menulis untuk Mengkonstruk Diri:

Dari Objek Jadi Subjek

  • Dulu: Dayak sering hanya ditulis oleh orang luar.

  • Kini: Dayak menulis tentang dirinya sendiri, dari dalam.

Contoh Pustaka “Dari Dalam”

  • Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi (1994)

  • Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok (1998)

  • Dayak Sakti (1999)

  • Dayak Ketungau Sesaek (2004)

  • Dayak Djongkang: From Headhunters to Catholics (2010)

  • Ngayau (2014)

  • Keling Kumang (2014)

  • Kidung di Tampun Juah (2017)

  • Dayak Kanayatn (2018)

  • Dayak Lundayeh Idi Lun Bawang (2018)

  • Dayak Blusu (2021)

  • Jejak Peradaban Manusia Sungai Krayan (2023)

  • Dayak Iban (2023)

  • Dayak Ngaju (2023)

  • Dayak Krio (2023)

  • Filsafat Dayak Komprehensif (2025)

  • Agama Asli Suku Dayak: Dahulu, Kini Masa Depan (2025)

👉 Baca juga Dayak yang Tajir dan Literat Hari Ini


4. Menjawab Tantangan Post-Truth dengan Narasi Sendiri

Distorsi dan Bias di Era Digital

  • Citra Dayak sering dimanipulasi oleh konten viral.

  • Dayak digambarkan tertutup, kolot, dan keras—sering tanpa dasar.

Taktik Baru: Menulis di Media Digital

  • Media sosial, blog, dan publikasi daring jadi sarana melawan distorsi.

  • Dokumentasi budaya dilakukan oleh anak muda Dayak sendiri.

  • Publikasi ilmiah dan seminar semakin aktif diadakan.

👉 Baca juga Buku sebagai Pusat Perhatian Jika Orang Dayak Berkumpul Hari Ini


5. Menulis atau Terhapus: Kewajiban Intelektual Dayak

“Pakar akan mati jika tidak menulis dan mempublikasikan.” — Tom Nichols

Refleksi untuk Dayak

  • Jika Dayak tidak menulis, Dayak akan lenyap dari percakapan sejarah.

  • Narasi harus dibentuk dari pengalaman dan kesadaran Dayak sendiri.

  • Orang luar boleh mengamati, tapi tidak bisa menyelami.

👉 Baca juga: Industri Buku pada Era The New Media


6. Penutup: Menulis sebagai Tindakan Budaya Revolusioner

  • Menulis bukan sekadar akademik, tapi tindakan menjaga eksistensi.

  • Literasi Dayak adalah strategi budaya untuk menguasai narasi.

  • Dayak tidak boleh dibungkam oleh dominasi luar.


Tentang Penulis

Masri Sareb Putra
Penulis nasional, sastrawan angkatan 2000, akademisi, dan peneliti.
Banyak menulis tentang kebudayaan, sejarah, dan literasi Dayak.

LihatTutupKomentar