Prof. Agus Pakpahan Kagum Gerakan Literasi Dayak

Gerakan Literasi Dayak, penulis Dayak, buku Dayak, Credit Union Dayak, literasi finansial Dayak, Agus Pakpahan, Universitas Ikopin, rumah panjang

 

Prof. Agus Pakpahan Kagum Gerakan Literasi Dayak
Prof. Agus Pakpahan. Ist. 

Gerakan Literasi Dayak kian menarik perhatian akademisi nasional. Salah satunya Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan, seorang Batak yang kini menjabat Rektor Universitas Ikopin, Jatinangor.

Prof. Agus Pakpahan menyatakan kekagumannya atas masifnya geliat literasi dari Borneo tersebut.

"Saya takjub," ujar Agus Pakpahan setelah menyaksikan gerakan dan produk Literasi Dayak. 

“Dayak bisa menghimpun tokoh-tokoh, pegiat literasi, pengarang, dan penulis dalam satu wadah yang disebut rumah panjang bersama.”

Menurutnya, kekuatan Gerakan Literasi Dayak terletak bukan hanya pada semangat menulis, tetapi juga pada jejaring komunitas yang terus tumbuh. Wadah komunikasi seperti WhatsApp Group (WAG), Facebook, blog, hingga website menjadi sarana berbagi gagasan dan karya.

Baca Pemetaan Penulis Dayak dan Buku Ber-ISBN Mencapai Lebih dari 2.347 Judul

Kekaguman dan citarasa literasi Prof. Agus disampaikan di sela-sela mendampingi Dr. Masiun dari Institut Teknologi Keling Kumang, Sekadau dalam Studium Generale di kampus Universitas Ikopin, 17 Juli 2025.

Fakta yang mencengangkan, menurut Agus Pakpahan, adalah jumlah penulis dan buku yang sudah dipetakan oleh komunitas ini. 

“Sudah lebih dari 300 penulis dari dalam komunitas sendiri, dan jumlah buku yang dihasilkan mendekati 3.000 judul,” paparnya. Ini, lanjutnya, menjadi fenomena langka di tengah lesunya budaya baca nasional.

Fokus pada Literasi Finansial dan Credit Union (CU)

Sebagai ekonom dan akademisi, Prof. Pakpahan tidak hanya mengamati gerakan literasi budaya, tetapi juga secara khusus meneliti literasi finansial yang berkembang di kalangan Dayak, yakni melalui gerakan Credit Union (CU). Menurutnya, CU tidak hanya mengedukasi soal keuangan, tetapi juga telah mendorong anggotanya menulis dan menerbitkan buku.

“CU di kalangan Dayak itu unik. Banyak anggotanya menulis, bahkan menerbitkan buku sendiri. Apalagi artikel, jumlahnya sudah ribuan,” katanya.

Baca Industri Buku pada Era The New Media

Ia menyebut gerakan literasi finansial berbasis CU ini sebagai contoh nyata praktik ekonomi kerakyatan yang berpijak pada budaya lokal. “Mereka tidak hanya menabung dan meminjam. Mereka menulis, merekam, dan membagikan pengalaman. Ini bagian dari dokumentasi sosial yang hidup,” jelas Pakpahan.

Gerakan Literasi Dayak Jadi Studi Kasus Nasional

Bagi Agus Pakpahan, Gerakan Literasi Dayak patut menjadi studi kasus nasional. 

Di tengah arus digital dan globalisasi, komunitas Dayak membuktikan bahwa literasi bisa menjadi fondasi kemandirian budaya dan ekonomi.

Baca Sayembara Cerpen Dayak Bertema Tembawang Masuki Tahap Penjurian

Ia menyarankan agar pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi memberi perhatian serius terhadap model seperti ini. 

“Literasi tidak hanya soal baca tulis, tapi soal kesadaran, jati diri, dan masa depan. Dayak telah memberi contoh yang kuat,” paparnya.

-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar