Strategi Kebudayaan Dayak di Tengah Arus Modernitas: Inspirasi dari Komunitas Tionghoa

Dayak, modern, guyub, kafe, hotel,

 

Ilustrasi: Orang Dayak zaman now meeting dalam sebuah kafe. By AI.

Oleh: Rangkaya Bada

Tanggal rilis: 5 Juni 2025


Abstrak

Kebudayaan Dayak, yang berakar pada kepercayaan-asli (autokton)  dan nilai-nilai komunal, menunjukkan ketahanan luar biasa di tengah arus modernitas. 

Ritual seperti Tiwah dan konsep Rumah panjang/ betang mencerminkan kekuatan spiritual dan sosial masyarakat Dayak. Meskipun mayoritas masyarakat kini memeluk agama Kristen, nilai-nilai tradisional tetap hidup melalui seni, bahasa, dan inovasi ekonomi.

Baca Sastrawan Dayak, Siapa saja Mereka dan Karyanya?

Artikel ini menganalisis strategi pelestarian budaya Dayak dengan mengambil inspirasi dari komunitas Tionghoa yang berhasil mempertahankan identitas budaya lewat pendidikan, organisasi komunitas, dan promosi budaya. Rekomendasi utama: penguatan pendidikan budaya, pendirian pusat kebudayaan, dan promosi bahasa serta seni Dayak untuk memastikan keberlanjutan identitas di era global.


1. Pendahuluan

Kebudayaan Dayak merupakan pilar penting dalam mozaik kebudayaan nasional Indonesia. Berakar dari kepercayaan Kaharingan, masyarakat Dayak menghidupi sistem religi melalui ritual seperti Tiwah, yang menghormati leluhur dan memperkuat ikatan antargenerasi.

Walau kini mayoritas telah menganut agama Kristen, terutama Katolik di Kalimantan Barat, nilai-nilai tradisional tetap terjaga. Rumah Betang, simbol persatuan dan gotong royong, menjadi penanda penting identitas sosial.

Di tengah tantangan globalisasi, masyarakat Dayak terbukti mampu mempertahankan identitas melalui kearifan lokal, seni, bahasa, dan inovasi ekonomi. Penelitian ini mengkaji strategi tersebut, sambil menarik pelajaran dari keberhasilan komunitas Tionghoa dalam menjaga identitas budaya mereka di tengah diaspora.


2. Metodologi

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini, melalui studi literatur dan observasi lapangan di komunitas Dayak di Kalimantan. Data dikumpulkan lewat wawancara dengan tokoh adat, analisis dokumen budaya, serta pengamatan terhadap praktik sosial dan ekonomi masyarakat.

Pendekatan komparatif digunakan untuk memahami strategi pelestarian budaya komunitas Tionghoa, khususnya melalui tiga aspek: pendidikan budaya, organisasi komunitas, dan promosi budaya.

Baca Industri Buku pada Era The New Media


3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Ketahanan Budaya Dayak

Buku Strategi Kebudayaan Van Peursen memberikan kerangka teoritis untuk memahami ketahanan budaya Dayak. Masyarakat Dayak telah menunjukkan kemampuan menjalani tahap mitis, ontologis, dan fungsional dengan menyeimbangkan tradisi dan modernitas.

Dengan mengadopsi pendekatan dialogis Van Peursen dan inspirasi dari komunitas Tionghoa, masyarakat Dayak dapat memperkuat strategi pelestarian budaya melalui pendidikan, komunitas, dan promosi budaya, memastikan identitas mereka tetap relevan dan kokoh di tengah arus globalisasi.

Budaya Dayak bertahan melalui tiga pilar utama: religi, solidaritas komunal, dan kearifan lokal.

  1. Tiwah mempererat hubungan spiritual dan memperkuat identitas.

  2. Rumah Betang mencerminkan nilai gotong royong dan musyawarah.

  3. Pengetahuan lokal, seperti tanaman obat dan pertanian berkelanjutan, diwariskan lintas generasi.

Seni tradisional seperti Tari Hudoq, ukiran kayu, dan anyaman rotan berkembang menjadi sektor ekonomi kreatif. Bahasa Dayak, walau terancam, terus diperjuangkan melalui pendidikan informal dan dokumentasi komunitas.

3.2 Kemajuan Ekonomi dan Sosial

Masyarakat Dayak kini mengalami kemajuan signifikan:

  1. Selain pertanian tradisional, banyak keluarga mengelola kebun sawit.

  2. Meningkatnya keterwakilan Dayak sebagai ASN, pegawai, hingga bupati.

  3. Perkembangan bisnis lokal: hotel, universitas, toko, dan kafe berdiri di berbagai wilayah.

Kemajuan ini membuktikan kemampuan masyarakat Dayak untuk beradaptasi dengan ekonomi modern tanpa tercerabut dari akar budaya.

3.3 Inspirasi dari Komunitas Tionghoa

Inspirasi dari Komunitas Tionghoa dan Pendekatan Dialogis:

Van Peursen mengusulkan pendekatan dialogis untuk menghadapi modernitas, yang selaras dengan rekomendasi artikel sebelumnya tentang mencontoh komunitas Tionghoa. Komunitas Tionghoa menjaga identitas melalui pendidikan budaya, organisasi komunitas, dan promosi seni, yang dapat diadopsi Dayak untuk memperkuat bahasa, seni, dan adat istiadat mereka.

Strategi spesifik: 

  1. Integrasi budaya Dayak dalam kurikulum pendidikan lokal, seperti pelajaran bahasa Dayak atau sejarah adat; 
  2. Pembentukan pusat kebudayaan Dayak untuk mendokumentasikan dan mempromosikan warisan budaya;
  3.  Penyelenggaraan festival budaya secara rutin untuk meningkatkan kesadaran publik, sejalan dengan saran Van Peursen tentang pentingnya dialog budaya.
Diagram alir: STRATEGI KEBUDAYAAN DAYAK by Rmsp.

Langkah-langkah serupa dapat diadopsi oleh masyarakat Dayak:
  1. Memasukkan materi budaya Dayak ke dalam kurikulum pendidikan.

  2. Mendirikan pusat kebudayaan untuk seni dan bahasa.

  3. Promosi/ memperkenalkan dan menyebarluaskan bahasa Dayak di media dan menggunakannya sehari-hari sebagai bahasa yan hidup.

  4. Menyelenggarakan acara budaya rutin dan memperluas penggunaan bahasa Dayak dalam kehidupan sehari-hari dan media lokal.

Baca Masri, Paran, dan Tamtama: 3 Pegiat Literasi Dayak di Jakarta

4. Kesimpulan dan Rekomendasi

Kebudayaan Dayak terbukti tangguh menghadapi arus modernitas, melalui pelestarian nilai, seni, bahasa, dan ekonomi kreatif. Mengambil inspirasi dari komunitas Tionghoa, strategi berikut direkomendasikan:

  1. Integrasi budaya Dayak dalam kurikulum lokal.

  2. Pendirian pusat kebudayaan Dayak.

  3. Promosi bahasa Dayak di media dan kehidupan sehari-hari.

  4. Penyelenggaraan festival budaya secara rutin.

Dengan strategi ini, budaya Dayak dapat terus menjadi pilar kuat keanekaragaman budaya Indonesia di tengah dunia yang kian global.


Daftar Pustaka

Etika, Tiwi, dkk. 2025. Filsafat Dayak: Kajian Komprehensif
Atas Manusia, Alam, dan Sang Ada. Jakarta: Penerbit Lembaga Literasi Dayak.

Van Peursen, C.A., 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
 
LihatTutupKomentar