Memindahkan Tanjung Puting ke dalam Cerpen

Tanjung Puting, cerpen, Ahmadun, Mugeni, Masri, Lembaga Literasi Dayak

Sebuah karya cerpen lahir dari realitas. Kisah ini bukanlah sekadar imajinasi, melainkan fakta yang nyata. Inilah yang kerap orang katakan sebagai "faksi". Yakni kisah nyata, yang dikemas dalam kaidah-kaidah fiksi.

 Dalam sebuah upaya yang unik, sejumlah 15 penulis, berlayar di kapal pesiar Sultan, menjelajahi perairan Sungai Sekonyer. Namun, sungguh menarik namun berbahaya, sebab tepian sungai ini juga menjadi habitat alami bagi buaya.

Dibalik terwujudnya proyek ini, ada Mugeni, seorang penerbit dan Ketua Komunitas Lembaga Literasi Dayak. Ia tidak hanya menjadi inisiator, namun juga membiayai seluruh rangkaian riset, proses penulisan, hingga akhirnya terbitnya buku tersebut. 

Mugeni menggunakan kapal pesiar pribadinya untuk memimpin perjalanan penulis menuju tempat-tempat menarik di sepanjang Sungai Sekonyer, hingga mencapai Tanjung Puting. 

Selama masa riset, semua biaya konsumsi bagi para penulis cerpen, yang keseluruhannya merupakan penduduk asli Kalimantan, ditanggung oleh Mugeni sebagai bagian dari komitmennya terhadap proyek ini.

Suasana di kapal Mugeni: riset lokus cerpen.

Hasil dari perjalanan dan kerja keras ini adalah sebuah kumpulan cerpen yang berjudul "Tanjung Puting dalam Cerpen." Buku ini merupakan bukti keberhasilan dari upaya kolektif para penulis dalam menggambarkan pengalaman mereka di Sungai Sekonyer dan Tanjung Puting. 

Ahmadun Y. Herfanda, seorang sastrawan yang berpengalaman, memberikan kata pengantar untuk buku ini. Selanjutnya, buku ini pun diterbitkan oleh Lembaga Literasi Dayak, sebuah langkah yang menunjukkan dedikasi terhadap upaya melestarikan dan mengangkat cerita-cerita lokal.

Bukan hanya sekadar kumpulan cerpen, buku ini menghadirkan pengalaman mendalam di tengah lingkungan yang begitu unik dan memikat. Tanjung Puting, sebagai latar cerita, mengundang pembaca untuk merasakan aura alamnya yang mempesona. 

Dalam buku kumpulan cerpen ini, para penulis mencurahkan pengalaman mereka menjadi tulisan-tulisan yang menghidupkan keindahan alam dan misteri sungai yang mereka jelajahi. Melalui kata-kata, mereka membawa pembaca dalam petualangan ke tempat-tempat eksotis di Tanjung Puting.

Kumpulan cerpen ini menjadi lebih dari sekadar rangkaian kata. Buku ini adalah manifestasi dari upaya kolaboratif yang menghubungkan literatur dengan realitas alam. 

Melalui upaya riset dan penulisan, Tanjung Puting tak hanya menjadi latar cerita, tetapi juga menjadi sumber inspirasi yang terus berlanjut, dan melalui buku ini, pengalaman para penulis dan keindahan Tanjung Puting dipersembahkan kepada para pembaca.*)

LihatTutupKomentar