Dayak Ngaju: Studi Mendalam Perjanjian Perkawinan
Ngaju adalah salah satu kelompok etnis Dayak dengan populasi global sekitar 8 juta orang. Mayoritas suku Ngaju tinggal di wilayah Kalimantan Tengah.
Pada masa lampau, karena kurangnya perkembangan literasi dari dalam komunitas, kekayaan budaya, adat istiadat, dan tradisi masyarakat Dayak kurang dikenal secara luas. Namun, kini budaya literasi mulai berkembang di kalangan masyarakat Dayak, dengan munculnya banyak penulis yang berasal dari komunitas mereka sendiri, termasuk di antaranya penulis buku ini.
Suku Dayak Ngaju memiliki filosofi hidup yang dikenal sebagai "Belom Bahadat," yang bermakna "hidup dengan adat." Prinsip ini menjadi dasar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Dayak Ngaju. Peran serta pengaruh adat sangat kuat dalam kehidupan mereka. Salah satu contoh yang masih dijaga dan dilestarikan adalah upacara perkawinan.
Dalam masyarakat Dayak Ngaju, perkawinan memiliki makna yang sakral dan luhur. Menurut kepercayaan Kaharingan, adat perkawinan pertama kali terjadi antara Manyimei Tunggul Garing Janjahunan Laut (lelaki) dan Putir Putak Bulau Janjulen Karangan (perempuan), nenek moyang pertama mereka.
Perkawinan ini tidak melibatkan upacara resmi yang "ditahbiskan" oleh Raying Hatalla. Dampaknya, Putir mengalami beberapa kali keguguran (mangelus). Setiap keguguran menghasilkan roh-roh gaib dengan karakteristik tertentu, seperti roh laut, roh penyakit, dan entitas gaib lainnya.
Dalam budaya Dayak Ngaju, perkawinan memiliki dimensi spiritual. Menurut kepercayaan Kaharingan, perkawinan Manyimei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Putir Putak Bulau Janjulen Karangan melahirkan berbagai jenis roh dan entitas gaib. Setiap keguguran menghasilkan roh atau entitas dengan karakteristik yang berbeda-beda, seperti roh hantu laut, roh penyakit, dan lain sebagainya. Aspek mistis ini memberikan kedalaman pada upacara perkawinan mereka.
Perkawinan memiliki peran sentral dalam masyarakat Dayak Ngaju. Upacara perkawinan dilakukan sesuai dengan adat yang berlaku dengan tujuan mengatur hubungan antara pria dan wanita agar mereka memiliki perilaku yang baik dan terhormat.
Upacara ini juga bertujuan membentuk keluarga yang beradab, santun, dan bermartabat, serta menetapkan status sosial dalam masyarakat. Bentuk perkawinan yang tidak lazim dihindari, karena dapat membawa malu tidak hanya bagi mempelai, tetapi juga bagi keluarga dan keturunan mereka.
Pustaka karya Karolina, seorang akademisi di Palangka Raya ini secara komprehensif membahas Perjanjian Perkawinan dalam Masyarakat Dayak Ngaju, Menggambarkan aspek penting dari upacara perkawinan dan konteks budayanya.*)