Jejak Peradaban Manusia Sungai Krayan
Buku hasil riset lapangan oleh dua penulis Dayak (Dr. Yansen TP, M.Si. dan Masri Sareb Putra, M.A. berjudul Jejak Peradaban Manusia Sungai Krayan ini menemukan status quaestionis (duduk perkara) dan mendapatkan konteks-nya.
Baca Literasi Dayak
Suatu temuan awal yang masih perlu untuk ditelusuri lebih jauh dan disempurnakan, agar esensi, realitas yang purna (sensus plenior) dari apa yang kami sebut dan kategorikan sebagai “jejak peradaban”, terungkap melalui suatu usaha hermeneutika sehingga gap antara masa lampau dan masa kini dapat dieliminasi atau sesedikit mungkin terdapat bias di dalamnya.
Pustaka semacam ini (jejak peradabansuatu suku bangsa) perlu terus ditambahkan dalam khasanah literasi di negeri ini. Sedemikian rupa, sehingga kita dapat saling memahami serta menghargai sebagai sesama warga yang hidup dan berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jejak adalah clue (petunjuk) untuk membangun narasi atau realitas sosial di balik artefak tersebut. Itulah yang coba kami lakukan. Sebagaimana halnya riset sejarah, tidak bisa dihindari adanya penafsiran dari penulis. Akan tetapi, bukan sembarang penafsiran, melainkan penafsiran secara bertanggung jawab.
Kedua penulis melakukan rekonstruksi
sosial, melakukan riset (survei) ke lokus penelitian, serta menjalankan
serangkaian wawancara dengan tokoh masyarakat, narasumber, dan saksi-sejarah.
Informasi yang didapat pun dipilah-pilah, dikategorikan mana yang masuk akal,
valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedemikian rupa, sehingga penulisan
buku ini tidak ubahnya seperti permainan Scrabble: menyusun huruf-huruf
yang terpisah satu sama lain, menjadikannya sepatah kata, sepatah kata menjadi
frasa, frasa menjadi kalimat, kalimat menjadi alinea, dan seterusnya.
Buku ini membuktikan bahwa Dayak tidak dari manapun juga, melainkan dari sini (Borneo) dan di tempat ini. Juji karbon manusia arkais Borneo 40.000 tahun lalu adalah preseden. Sementara Krayan tidak jauh secara geografis dari Gua Niah, Miri, hanya sekia puluh kilometer saja.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam studi sejarah dan hermeneutika adalah bahwa penting apa yang disebut “vorurteil”, yaitu seperangkat pengetahuan dan pengalaman di kepala peneliti dan penulis di dalam memahami dan menafsirkan suatu objek. Demikianlah, kedua Penulis buku ini memiliki seperangkat vorurteil di kepala, sehingga apa yang mereka narasikan bisa jadi berbeda dengan orang lain.
Kita meyakini bahwa mitos mendahului ilmu pengetahuan. Pada bagian akhir buku ini, disajikan sejumlah mitos manusia Sungai Krayan yang digali berdasarkan wawancara dengan para tertua yang masih ingat betul jalan cerita lisannya.
Suatu suku bangsa yang hebat adalah yang memiliki mitos dan dongeng yang hebat pula. Disertakannya mitos dan legenda yang berasal dan hidup di antara manusia sungai Krayan dalam buku ini semakin menambah kuat- nya keyakinan bahwa bahwa potongan-potongan sejarah yang tercerai berai oleh waktu, dapat dirajut kembali menjadi sebuah narasi yang saling melengkapi.
Dalam mitos “Banjir besar dan Rakit Lengilo“ misalnya, dikisahkan mengenai asal mula manusia Sungai Krayan. Selain itu, asal usul nenek moyang manusia penghuni Sungai Krayan pun disibak melalui mitos Terur Aco yang melahirkan banyak anak bagi si Rang Dongo. Maka beranak cuculah mereka dan terus berkembang mendiami dataran tinggi Borneo sampai saat ini.
Dari hasil riset di lokus, bukti-bukti artefak, kuburan batu, teknologi pertanian, rekonstruksi sistem mata pencaharian, sistem sosial, dipertegas oleh mitos-mitos dan dongeng yang tercerai berai di berbagai tempat dan dilompati oleh rentang waktu; kami coba sajikan dalam sejilid buku yang pastinya terbuka untuk saran dan perbaikan demi semakin sempurnanya.
Sementara itu, dari sisi teori etnolinguistik, tidak lagi dapat terbantahkan bahwa manusia penghuni sungai Krayan ini adalah yang asli, yang asali, dan arkais (autokton) dilihat dari ciri-ciri akar budaya, bahasanya, terutama lingkungan sosialnya. Mengacu kepada para temuan dan teori yang dibangun oleh para pakar (Blust, Collins) bahwa klan yang paling awal atau asli di suatu lokus atau wilayah adalah dia yang menguasai paling banyak dialek yang berbagai dari sebuah rumpun bahasa yang sama.
Buku ini membuktikan bahwa Dayak tidak dari mana pun juga, melainkan dari sini (Borneo) dan di tempat ini. Hasil uji karbon manusia arkais Borneo 40.000 tahun lalu di Gua Niah oleh Museu Sarawak bekerja sama dengan pemerintah Inggris adalah preseden. Sementara Krayan tidak jauh secara geografis dari Gua Niah, Miri, hanya sekia puluh kilometer saja.
Tinggalan arkeologi, patung buaya, kuburan kuno, narid (inskripsi) di dinding batu di Krayan bisa "berbicara" banyak mengenai kemiripan Krayan dan Gua Niah.
Ingin tahu lebih detail? Miliki dan baca buku ini! *)