Agar Dosen Dayak Lekas Profesor
Agar menggenapi judul narasi di atas. Bagaimana caranya?
Mudah saja! Dengan catatan, jika tahu caranya. Jenjang jabatan akademik (JJA) puncak, yakni profesor, adalah idaman setiap dosen karier. Namun, syarat teranyar untuk bisa profesor adalah bahwa sang dosen wajib S-3.
Beda dengan dulu. Di mana B.A. (sarjana muda) bisa profesor. Poedjawijatna misalnya, adalah profesor meski B.A. Atau Ketut Subagiasta yang profesor Drs.
Kita mafhum bahwa setiap ilmu mempunyai kekhasan masing-masing. Sedemikian rupa, sehingga metode penelitiannya berbeda satu sama lain, sesuai dengan sifat dari ilmu itu sendiri. Ilmu-ilmu sosial dan eksakta misalnya, tentu saja jenis dan sifat penelitiannya berbeda. Lazimnya, penelitian ilmu-ilmu eksakta menggunakan jenis penelitian kuantitatif, sedangkan ilmu-ilmu sosial menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Telah ada Penerbit Dayak yang secara legal berbadan hukum, yakni Penerbit CV Lembaga Literasi Dayak dan PT Sinar Bagawan Khatulistiwa.
Pengamatan sekilas menunjukkan bahwa mata kuliah Metode Penelitian selama ini lebih banyak disampaikan aspek kognitif (nalar) dan bagaimana jalan melakukan penelitian, sementara aspek afektinya kurang, bahkan tidak tersentuh sama sekali. Padahal, sikap ilmiah ini sangat penting, sehingga ketika mahasiswa terjun ke masyarakat tetap dibawa dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai habitus.
Bahkan dosen sendiri, yang mengajarkan Mata Kuliah Metode Penelitian, kurang (produktif) melakukan penelitian --dan publikasi. Apa pasal?
Bisa jadi, hal itu karena "kurang gaul" dan kurang relasi. Padahal dosen zaman now dituntut untuk melakukan publikasi.
Dosen memang beda dengan guru yang fokus pada mengajar. Dosen mengemban 3 darma, yakni: mengajar, meneliti, dan mengabdi (pada) masyarakat.
Namun, yang cukup penting adalah: publikasi.
Agar produktif, dan saling dukung, dosen berbagai perguruan tinggi bisa kolaborasi dalam satu disiplin atau rumpun ilmu. Seperti 4 dosen penulis buku ini yang cukup kreatif dalam kolaborasi.
Nama penulis bisa saling silih berganti di nomor wahid. Mengapa? Sebab nama pertama mengambil porsi 50% dari kum (angka) kredit sebuah buku ber-ISBN dan diterbitkan oleh lembaga independen yang jumlah kum-nya adalah: 40. Adapun kum profesor minimal: 850. Mencapai angka ini tidak sulit. Asalkan tahu caranya.
Khusus bagi dosen Dayak tidak perlu lagi bersusah payah dan harus mengeluarkan biaya besar menerbitkan buku, publikasi karya ilmiah.
Telah ada Penerbit Dayak yang secara legal berbadan hukum, yakni Penerbit CV Lembaga Literasi Dayak dan PT Sinar Bagawan Khatulistiwa.
Bagaimana mengontaknya? Silakan tanya mbah Google. Penerbit itu punya situs web resmi.
Sejauh catatan Literasi Dayak, kini Profesor Dayak di Indonesia berbilang angka: 35. Dua profesor Dayak dipanggil menghadap Sang Khalik pada masa Pandemi Covid-19 lalu, yakni: Prof. Hamid Darmadi dan Prof. Marjati Sangen. *)