Dayak Harus Menulis dari Dalam

sumber: www.ethnologue
Preambul:
Haruslah diberikan catatan mengenai tujuan para peneliti dan penjelajah terutama oleh kolonial di masa lalu, bukan pertama-tama adalah penelitian murni. Akan tetapi, untuk menemukan fakta dan data di lapangan bagaimana menguasai sumber daya-sumber daya di bumi Borneo, lengkap dengan para penduduknya.

Di satu pihak, kita berterima kasih kepada bangsa kolonial. Mereka yang lebih dahulu melek literasi.  Sedemikian rupa, sehingga kita memiliki dokumen dan catatan sejarah nenek moyang di masa lampau. Jika tidak ada hasil penelitian dan dokumen mereka, kita tidak pernah memiliki warisan tertulis sejarah suku bangsa di masa lampau.

Akan tetapi, di pihak lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Bernard Sellato, “Pada abad ke-19 dimulailah tahap baru dalam sejarah kolonial, yang berakar pada yang telah berkembang sejak pertengahan abad ke-18 ketika Inggris dan Belanda, dengan menggunakan kekerasan atau intimidasi, berhasil mendapat kedudukan di Borneo. 

Beberapa petualang, seperti Alexander Hare di Banjarmasin (1812), James Erskine Murray di Kutai (1844), James Brooke (1842) dan Robert Burns (1848) di Sarawak, berupaya mendirikan kerajaan bagi dirinya sendiri, yang satu lebih berhasil daripada yang lain. Lain halnya dengan Miller (1825) dan Dalton (1828) yang menjelajahi Borneo atas nama negara mereka. 

Walaupun sampai saat itu Belanda mengacuhkan Borneo demi pulau-pulau lain yang lebih menguntungkan, sukses James Brooke di Sarawak membangkitkan minat baru. Di bagian selatan, pada tahun 1840-an, Belanda memaksa para sultan di pesisir menandatangani perjanjian niaga, kemudian membuat mereka mengakui perwalian pemerintah Belanda. 

Maka eksplorasi-eksplorasi pertama ke pedalaman dapat dimulai dengan sungguh-sungguh: Schwaner di Barito, van Lijnden, Veth, dan von Kessel di Kapuas, Weddik di Mahakam (Sellato, dalam Nieuwenhuis, 1994:  hlm. xiii).

Pada masa kini, Dayak sejatinya telah tidak dapat lagi untuk dipilah-pilah secara demikian, berdasarkan persebaran dan tempat tinggal oleh karena sudah bercampur dan berasimilasi dengan suku bangsa lain. Akan tetapi, pemetaan persebaran tersebut masih dapat dibuat berdasarkan mayoritas konsentrasi subsuku Dayak di suatu wilayah, seperti pemetaan yang dibuat www.ethnologue dalam ilustrasi di atas.

Apa kaitannya peta persebaran etnis Dayak ini dengan topik “adat istiadat” Dayak Kalimantan? 

Sangat erat sekali kaitannya. Sebab adat istiadat terkait, dan sangat dipengaruhi oleh geografi, demografi, lingkungan alam, lingkungan sosial kemasyarakatan, kepercayaan, kebiasaan, gaya hidup, serta cara berada suatu masyarakat. Bagaimana adat istiadat berkembang menjadi budaya suatu suku bangsa. 

Beberapa petualang, seperti Alexander Hare di Banjarmasin (1812), James Erskine Murray di Kutai (1844), James Brooke (1842) dan Robert Burns (1848) di Sarawak, berupaya mendirikan kerajaan bagi dirinya sendiri, yang satu lebih berhasil daripada yang lain. Lain halnya dengan Miller (1825) dan Dalton (1828) yang menjelajahi Borneo atas nama negara mereka.

Di sinilah status questionis kita!

Jika tidak menulis, selamanya kita ditulis dan di-framing orang luar. Lama kelamaan, framing itu menjadi konsepsi dan persepsi. Selain membangun stereotipe yang melekat pada citra suku bangsa Dayak 

Maka, seperti judul narasi ini. Sekali lagi. Lagi lagi sekali: Dayak harus menulis dari dalam!

Rasa-rasanya, "menulis dari dalam" ini bukan saja passion, panggilan tanah kelahiran. Namun, suatu tugas perutusan. Yang melekat pada tugas-kewajiban kita, sebagai pegiat dan pekerja literasi.


LihatTutupKomentar